Beranda | Artikel
Hijrah Di Jalan Allah
Jumat, 23 Juli 2004

HIJRAH DI JALAN ALLAH

Oleh
Dr Fadhl Ilahi

Allah Azza wa Jalla menjadikan hijrah di jalan Allah sebagai kunci di antara kunci-kunci rizki. Saya akan membicarakan masalah ini –dengan memohon taufik Allah- melalui dua point berikut ini.

  1. Makna Hijrah Di Jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  2. Dalil Syar’i Bahwa Hijrah Di Jalan Allah Termasuk Kunci Rizki.

MAKNA HIJRAH DI JALAN ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
الْمُهَاجَرَةُ(Hijrah) sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani[1] adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri iman, sebagaimana para sahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah.

Dan hijrah di jalan Allah itu, sebagaimana dikatakan oleh Sayid Muhammad Rasyid Ridha[2] harus dengan sebenar-benarnya. Artinya, maksud orang yang berhijrah dari negerinya itu adalah untuk mendapatkan ridha Allah dengan menegakkan agamaNya yang ia merupakan kewajiban baginya, dan merupakan sesuatu yang dicintai Allah, juga untuk menolong saudara-saudaranya yang beriman dari permusuhan orang-orang kafir.

DALIL SYAR’I BAHWA HIJRAH DI JALAN ALLAH TERMASUK KUNCI RIZKI
Diantara dalil yang menunjukkan bahwa berhijrah di jalan Allah termasuk kunci rizki adalah firman Allah.

وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak” [An-Nisaa/4 : 100]

Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjanjikan bahwa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapati dua hal : Pertama (مُرَاغَمًا ), Kedua (سَعَةً).

Yang dimaksud مُرَاغَمًا sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Razi adalah, barangsiapa berhijrah di jalan Allah ke negeri lain, niscaya akan mendapat di negerinya yang baru itu kabaikan dan kenikmatan yang menjadi sebab kehinaan dan kekecewaan para musuhnya yang berada di negeri asalnya. Sebab orang yang memisahkan diri dan pergi ke negeri asing, sehingga mendapatkan ketentraman di sana, lalu berita itu sampai kepada negeri asalnya, niscya penduduk asli negeri itu akan malu atas buruknya mu’amalah (perlakuan) yang mereka berikan, sehinga dengan demikian mereka merasa hina.[3]

Sedangkan yang dimaksud, سَعَةً (keluasan), yaitu keluasan rizki. Inilah yang dikatakan oleh Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu dalam menafsirkan ayat ini. Juga dikatakan oleh Ar-Rabi’, Adh-Dhahhak[4], Atha[5] dan mayoritas ulama.[6]

Qatadah berkata : “Maknanya, keluasan dari kesesatan kepada petunjuk dan dari kemiskinan kepada banyaknya kekayaan[7]

Imam Malik berkata : “Keluasan yang dimaksud adalah keluasan negeri[8]

Mengomentari ketiga pendapat diatas, Imam Al-Qurthubi mengatakan : “Pendapat Imam Malik lebih dekat pada kefasihan ungkapan bahasa Arab. Sebab keluasan negeri dan banyaknya bangunan menunjukkan keluasan rizki. Juga menunjukkan kelapangan dada yang siap menanggung kesedihan dan pikiran serta hal-hal lain yang menunjukkan kemudahan”[9]

Pendapat mana saja yang kita ambil dari ketiga pendapat di atas, yang jelas semuanya menunjukkan bahwa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapatkan janji dari Allah merupakan keluasan rizki, baik dengan ungkapan langsung maupun secara tidak langsung.

Dan sungguh janji Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Menentukan adalah suatu janji yang haq serta tidak pernah luput. Dan siapakah yang lebih menetapi janjinya daripada Allah?

Sungguh dunia dari dahulu dan sampai sekarang masih menyaksikan kebenaran janji ini. Dan saya kira, orang yang mengetahui sedikit tentang sejarah Islam pun sudah tahu akan peristiwa hijrahnya para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah.

Ketika para sahabat meninggalkan rumah-rumah, harta benda dan kekayaan mereka untuk hijrah di jalan Allah Ta’ala, Allah serta merta mengganti semuanya, Allah memberikan kepada mereka kunci-kunci negeri Syam, Persia dan Yaman. Allah berikan kepada mereka kekuasaan atas istana-istana negeri Syam yang merah, juga istana Mada’in yang putih. Kepada mereka juga dibukakan pintu-pintu Shan’a, serta ditundukkan untuk mereka berbagai simpanan kekayaan Kaisar dan Kisra.

Imam Ar-Razi menjelaskan kesimpulan tafsir ayat yang mulia ini berkata : “Walhasil, seakan-akan dikatakan, ‘Wahai manusia ! Jika kamu membenci hiijrah dan tanah airmu hanya karena takut mendapatkan kesusahan dan ujian dalam perjalananmu, maka sekali-kali jangan takut ! Karena sesungguhnya Allah Ta’ala akan memberimu berbagai nikmat yang agung dan pahala yang besar dalam hijrahmu. Hal yang kemudian menyebabkan kehinaan musuh-musuhmu dan menjadi sebab bagi kelapangan hidupmu”[10]

[Disalin dari kitab Mafatiihur Rizq fi Dhau’ al-Kitab was Sunnah, Penulis DR Fadhl Ilahi, Edisi Indonesia Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc. Penerbit Darul Haq- Jakarta]
_______
Footnote
[1] Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an, dari asal kata hajaro, hal. 537. Lihat pula, Tahriru Alfadhit Tanbih, hal. 313 dan Kitab At-Ta’rifat, hal. 27
[2] Lihat Tafsirul Manar 5/359
[3] At-Tafsirul Kabir, 11/15. Lihat pula Tafsir Al-Qasimi, 5/407, Tafsir At-Tahrir wa Tanwir 5/180 di mana di dalamnya disebutkan, “Ia akan mendapatkan tempat yang dengannya akan merasa hina orang yang menghinakannya. Dengan kata lain, ia bisa menang atas kaummnya karena bebas merdeka dari mereka, sebagaimana ia bebas dari pemaksaan mereka untuk menjadi orang kafir”
[4] Lihat Al-Muharrar Al-Wajiz 4/228, Zadul Masir 2/179, Tafsir Al-Qurthubi 5/348
[5] Lihat Fathul Qadir 1/764
[6] Lihat Zadul Masir 2/179 Ruhul Ma’ani 5/127, Tafsir Al-Manar 5/359, Aisarut Tafasir 1/445
[7] Tafsir Al-Qurthubi, 5/348. Lihat pula, Tafsir Ibni Katsir 1/597
[8] Tafsir Al-Qurthubi, 5/348. Lihat pula, Ruhul Ma’ani 5/127
[9] Tafsir Al-Qurthubi 5/348
[10] At-Tafsirul Kabir 11/15


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/932-hijrah-di-jalan-allah.html